Itulah tiga di antara delapan masalah fiqih yang dibahas dalam Bahtsul Masail Fiqih Zakat Kontemporer di Aula Multazam, Rabu, 21 Februari 2018. Kegiatan yang diselenggarakan BAZNAS Kota Bekasi bekerjasama dengan Islamic Centre dan FKPP Kota Bekasi itu menghadirkan narasumber Ketua MUI DKI Jakarta KH A. Syarifudin, Ketua MUI Kota Bekasi KH Zamakhsyari Abd Majid serta pemakalah Ust Ahmad Zamakhsyari.
Persoalan lainnya adalah apakah uang zakat boleh dipinjamkan, apa batasan terkait asnaf fi sabilillah, bagaimana pemahaman asnaf riqob, adakah ketentuan yang jelas tentang batasan hak amilin 12,5%, dan bagaimana hukumnya zakat profesi.
Ketua BAZNAS Kota Bekasi H. Paray Said membuka dengan testimoni bahwa selama ia menjabat sebagai Ketua BAZNAS, muncul perbedaan-perbedaan pandangan fiqih yang berkaitan dengan pengelolaan zakat. Namun demikian, ia merasa terbantu dengan keberadaan Dewan Pertimbangan Syariah.
“Nanti hasil bahstul masail ini (setelah disempurnakan) akan kami sampaikan kepada BAZNAS baik di pusat maupun di provinsi. Jangan sampai ada ketidakpastian hukum, perkara satu di masa saya boleh, oleh ketua BAZNAS berikutnya enggak boleh,” kata Paray.
Ia juga berharap hasil bahtsul masail ini dapat dijadikan acuan untuk membuat Kompilasi Hukum Islam tentang Zakat yang melibatkan MUI.
Ketua MUI DKI Jakarta KH A. Syarifudin Abdul Ghoni, MA menyinggung hal-hal yang berkaitan dengan rumusan masalah pemakalah Ust. A. Zamakhsyari, MA.Pd, seperti tentang; jika kewajiban menunaikan zakat fitrah adalah pada saat malam Idul Fitri, maka apabila ada seseorang yang menunaikan zakat fitrahnya bahkan sebelum Ramadhan, apakah orang tersebut masih dikenai kewajiban membayar zakat fitrah?
Juga, jika oleh sebagian mazhab zakat fitrah diperbolehkan menggunakan uang, kenapa kurban, terutama dalam praktiknya, tetap menggunakan hewan sembelihan. Kenapa tidak diganti dengan menggunakan uang saja, dengan alasan agar praktis? Serta sejumlah pertanyaan-pertanyaan fundamental lainnya.
Sementara itu, Dr. KH. Zamakhsyari Abd Majid menyampaikan bahwa teks dalam agama itu terbatas, sedangkan peristiwa terus terjadi. Dengan demikian maka dalam menentukan hukum haruslah menggunakan akal, dengan tetap berpegang pada al-Qur’an dan hadis. Karenanya maka muncul metode istinbath hukum dengan menggunakan ijma’ dan qiyas, sehingga lahirlah produk-produk ijtihad salah satunya fatwa MUI mengenai zakat profesi. (sbi)