Problematika yang dihadapi Pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) di Kota Bekasi sangat beragam. Mulai dari persoalan keuangan (transparansi, strategi penghimpunan infak), persoalan kepemimpinan (kadang bersifat oligarki dan eksklusif), persoalan wakif dan nazhir yang berbeda pandangan, dll.

Semua persoalan tersebut, apabila ditelaah, bersumber dari minimnya pengetahuan manajerial pengurus DKM. Manajemen memang menjadi problem komunal DKM di kalangan umat Islam, sebab kalau tantangan di bidang ubudiyah, laiknya perbedaan furuiyah yang menimbuilkan gesekan horizontal, sudah banyak ahlinya.

“Makanya kita perlu belajar ke masjid lain, sebab ini bukan persoalan sepele,” kata Ketua BAZNAS Kota Bekasi H. Paray Said, dalam Pelatihan Manajemen Masjid di Asyik Preneur, Jakasampurna, Bekasi Barat, Minggu, 29 Desember 2019, yang diikuti oleh 24 pengurus DKM Masjid se-Kota Bekasi.

Ketua Yayasan Islamic Centre Bekasi yang menaungi Masjid Nurul Islam tersebut menyatakan, pihaknya pernah berkunjung ke Masjid Namira di Lamongan. Di sana pengelolaan keuangannya dilakukan secara efektif, langsung didistribusikan untuk program atau kepada mereka yang membutuhkan, sehingga saldonya selalu 0.

Sehingga menurut dia, seyogianya masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah yang bersifat ubudiyah semata, tetapi juga tempat bermuamalah: belajar, berdiskusi, berdagang, membangun tatanan sosial masyarakat, sebagaimana fungsi masjid di masa Rasulullah SAW, dan semua dilakukan secara profesional.

“Yang terpenting adalah performance. Jangan terlalu merisaukan operasional masjid secara berlebih, sampai mengabaikan pelayanan. Sebab apabila pelayanan kepada jamaah, apalagi mereka yang membutuhkan (mustahik) baik, insya Allah donatur akan berlomba-lomba berinfak ke masjid anda,” kata dia.

Wakil Ketua BAZNAS Kota Bekasi Ismail Hasyim menambahkan, 24 peserta yang mewakili DKM se-Kota Bekasi dalam pelatihan tentu masih sangat sedikit jumlahnya dibanding data masjid yang dimiliki Kementerian Agama Kota Bekasi, di mana ada 1248 masjid yang tercatat di Kota Bekasi.

Ketua LPTQ Kota Bekasi ini juga berharap agar para perwakilan DKM nantinya dapat menjadi duta-duta zakat di lingkungannya masing-masing. Ismail juga mengatakan, salah satu bentuk profesionalisme DKM masjid misalnya ketika mengelola zakat, infak, sedekah, terutama zakat fitrah, maupun infak harian.

“Makanya kita dorong juga untuk membentuk UPZ di tingkat masjid, sehingga pengelola zakatnya resmi, dapat SK dari BAZNAS. Sebab beda loh antara amil dengan panitia atau pengurus zakat, konsekuensinya termasuk apakah bapak-bapak bisa dapat hak amil atau tidak,” ungkapnya. (sbi)